Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW diperingati berdasarkan kalender Hijriah.
“Berdasarkan kalender Hijriah Indonesia yang dikeluarkan oleh kementerian agama RI, 12 Rabiul Awal pada tahun ini jatuh pada 1446 Hijriah. Tanggal ini bertepatan pula dengan senin, 16 September 2024.
Peristiwa Maulid Nabi ﷺ adalah momentum penting bagi umat Islam untuk mengenang kelahiran sosok manusia termulia penerang kehidupan, penerang langit dan bumi, pembawa rahmat bagi semesta.
Baginda Nabi ﷺ lahir bertepatan dengan Pasukan Gajah Raja Abrahah yang dipimpin oleh Panglima Abu Rughal. Saat itu, mereka ingin menghancurkan Ka’bah. Namun, pasukan tersebut gagal dan diluluhlantakkan oleh makhluk kecil yang dipandang lemah, Burung Ababil.
Burung-burung tersebut menghujani mereka dengan batu kecil panas dan pijar.
Saat Rasulullah ﷺ lahir, api yang menyala ratusan tahun, api sembahan kaum Majusi, tiba-tiba padam. Berbagai peristiwa lainnya menjadi tanda sinar fajar kehidupan dan kejayaan Islam.
Tentu kenangan kelahiran beliau ﷺ bukan sekadar nostalgia masa lalu, reuni spiritual. Justru momentum ini kita jadikan untuk memperkuat girah perjuangan, semangat jihad dalam menegakkan kalimat Allah Taala.
Dengan kembali mengenang kelahiran Rasulullah ﷺ, kita akan terbayang jerih payah perjuangan beliau ﷺ dengan para sahabat dalam merintis dan menata peradaban Islam.
*Bukan Sekadar Merayakan Hari Kelahiran*
Mengingat kelahiran Nabi ﷺ bukanlah merayakan ulang tahun beliau. Mengenang momentum kelahiran beliau ﷺ adalah upaya memfokuskan kembali mata batin kita pada sosok manusia yang paling berjasa dalam hidup dan peradaban. Tidak lain agar kita menjadikan beliau ﷺ sebagai satu-satunya contoh ‘the model’ dan uswah terbaik dalam menapaki ragam sisi kehidupan.
Sungguh dalam diri Rasulullah ﷺ terdapat suri teladan dalam berkeluarga, dalam memimpin masyarakat dan negara, juga dalam ragam aspek kehidupan lainnya.
Beliau ﷺ ibarat batu permata yang indah. Dilihat dari sisi mana saja beliau ﷺ memunculkan cahaya berkilau yang indah.
Allah Swt. berfirman,
لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا ٢١
“Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Akhir dan ia banyak menyebut Allah.” (QS Al-Ahzab [33]: 21).
Baginda Nabi ﷺ adalah manusia dengan akhlak terbaik. Aisyah ra. menyebut akhlak beliau ﷺ adalah Al-Qur’an. Aisyah ra. juga berkata, “Rasulullah ﷺ adalah orang yang paling mulia akhlaknya. Tidak pernah berlaku keji. Tidak mengucapkan kata-kata kotor. Tidak berbuat gaduh di pasar. Tidak pernah membalas dengan kejelekan serupa. Akan tetapi, beliau pemaaf dan pengampun.” (HR Ahmad).
Sosok manusia termulia ini secara jujur juga diakui oleh dunia Barat. Dr. Michael H. Hart, penulis buku The 100, A Ranking of The Most Influential Person in History, menulis, “Pilihanku untuk menempatkan Muhammad di urutan pertama dalam daftar orang yang paling penting dalam sejarah mungkin akan mengejutkan pembaca. Namun, dialah satu-satunya manusia dalam sejarah yang merengkuh keberhasilan tertinggi dalam bidang agama dan dunia. Dia adalah satu-satunya yang telah menyelesaikan pesan agama dengan sempurna, menggariskan aturan-aturannya dan diimani oleh seluruh bangsa ketika dia hidup.
Selain agama, dia juga mendirikan negara sebagai media menyatukan suku-suku dalam satu bangsa, menyatukan bangsa-bangsa dalam satu negara dan meletakkan dasar-dasar kehidupan agama. Dialah yang memulai misi agama dan dunia serta menyempurnakannya.”
*Buktikan Cintamu*
Abu Abdillah al-Qurasyi dalam Risâlah Qusyayriyyah (hlm. 479) menyatakan,
حَقِيْقَة الْمَحَبَّةِ أَنْ تَهَبَ كُلَّكَ لِمَنْ أَحْبَبْتَ فَلا يَبْقَى لَك مِنْكَ شَيْئٌ
“Hakikat cinta adalah engkau memberikan semua yang ada pada dirimu kepada orang yang engkau cintai sehingga tidak tersisa sedikit pun untukmu.”
Inilah hakikat cinta kepada Allah Swt. dan Rasulullah ﷺ. Ia adalah cinta mutlak yang tidak layak dibagi. Cinta selain keduanya adalah cinta karena keduanya. Cinta kepada orang tua, anak, istri, usaha, tempat tinggal, dll. harus karena Allah Swt. dan Rasul-Nya. Mencintai keduanya hukumnya wajib; berdosa jika dilalaikan, apalagi diabaikan.
Imam Syafii juga pernah bertutur,
لَوْ كانَ حُبُّكَ صَادِقاً لأَطَعْتَهُ #
إنَّ الْمُحِبَّ لِمَنْ يُحِبُّ مُطِيعُ
“Jika cintamu benar, tentu engkau akan menaati Baginda Nabi ﷺ.
Sungguh, orang yang mencinta akan menaati orang yang dicinta.”
Imam Ibnu Katsir, saat menafsirkan firman Allah Swt. dalam QS Ali ‘Imran ayat 31, menyatakan,
هَذِه اْلآيَةُ الْكَرِيْمَةُ حَاكِمَةٌ عَلَى كُلِّ مَنْ اَدْعَى مَحَبَّة اللهِ، وَلَيْسَ هُوَ عَلَى الطَّرِيْقَةِ الْمُحَمَّدِيَّةِ فَإِنَّه كَاذِبٌ فِي دَعْوَاه فِي نَفْسِ اْلأَمْرِ حَتَّى يَتَّبِعَ الشَّرْعَ الْمُحَمَّدِيَّ وَالدِّيْنَ النَّبَوِيَّ فِي جَمِيْعِ أَقْوَالِهِ وَأَحْوَالِهِ
“Ayat yang mulia ini menjadi pemutus bahwa siapa saja yang mengeklaim cinta kepada Allah, tetapi ia tidak mengikuti jalan hidup Nabi ﷺ, maka sungguh ia adalah pendusta pada klaim cintanya pada perkara ini, hingga ia mengikuti syariat dan agama yang dibawa Nabi Muhammad ﷺ dalam seluruh ucapan dan keadaannya.” (Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, 2/32).
Faktanya, banyak muslim, khususnya para pejabat negara yang setiap Peringatan Maulid Nabi ﷺ mengajak masyarakat untuk mencintai beliau, tetapi mereka sendiri menolak penerapan syariat Islam. Mereka menuduh radikal pada para pejuang Islam dan menuduh ajaran Islam dengan tuduhan keji; menarget serta memenjarakan ulama, aktivis Islam, termasuk keturunan Nabi ﷺ; mengaku cinta kepada Nabi ﷺ, tetapi menjadikan orang Yahudi dan para musuh Islam sebagai teman dekat dan mengikuti rekomendasinya;
mengaku mencintai Nabi ﷺ, tetapi berbuat zalim kepada umat beliau; juga semena-mena mencabut subsidi BBM, menjual aset strategis milik umat kepada asing dan aseng, sedangkan rakyat dibebani dengan berbagai macam pajak.
Sesungguhnya mereka itu telah berdusta dalam klaim cintanya kepada Rasulullah ﷺ. Tidakkah mereka takut dengan doa Nabi ﷺ,
اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بهم فَارْفُقْ بِهِ
“Ya Allah, siapa saja yang menjadi pemimpin atas umatku, lalu ia mempersulit mereka, maka persulitlah ia. Siapa saja yang memimpin umatku, lalu mengasihi mereka, maka kasihanilah ia.” (HR Muslim).
Kecintaan kepada Rasulullah saw tentu harus dibuktikan secara nyata dengan mentaati Beliau, sekaligus meneladani jalan hidup Beliau. Diantara perkara yang paling menonjol yang wajib diteladani dari thariqah Nabi saw adalah kepemimpinan Beliau sebagai kepala Negara Islam.
Kepemimpinan inilah yang kemudian diikuti, diteladani dan dilanjutkan oleh Khulafaurasyidin dalam institusi Khilafah Islam.
Oleh karena itu, pada momentum Maulid Rasulullah saw kali ini, penting bagi kita untuk kembali menggelorakan semangat kemuliaan Islam dengan kembali pada syariat dan Khilafah. Wallahu a’lam bisshawwab.**