DJ ~ JAMBI, – Mantan bendahara UPTD P dan K Kecamatan Batin XXIV, Abul Aswad menjelaskan hanya akan bertanggung jawab atas setoran guru-guru yang menunggak sekitar 150 Juta kepada bank BPR Prima Jambi Mandiri. Sebenarnya itu punya para guru yang nunggak, jadi saya setor apa adanya, dimulai pada tahun 2012 dan 2015.
Jadi terakhir di total kekurangan itu sekitar 150 juta oleh bank BPR itu berdasarkan rekap yang mereka miliki, kemudian dari 150 juta saya yang disuruh untuk menjaminnya, bagi saya tidak masalah karena saya bandahara kemungkinan akan ada solusi. Seiring waktu berjalan dengan kasus ini udah lama pada tahun 2015 itu.
Setelah kami bolak balik ke Jambi, mau klarifikasi masalah ini dengan data mereka sama data saya, namun mereka tidak percaya, mereka hanya ingin data mereka, padahal data nya ada di saya yang tau kronologis di lapangan gitukan. Seharusnya mereka harus konfirmasi sama saya dengan nunggak ini gitukan.
Namun, tanpa konfirmasi maka terjadilah guru-guru yang lancar di tunggakan tanpa konfirmasi dengan saya, jadi para guru tersebut ribut dengan memarahi saya karena itu jumlah semua 119 juta.
Kemudian, di rekap mereka ada 80 juta tidak masuk, di bulan Juni dan Juli hingga Agustus itu semua 80 juta, sudah itu pihak bank tersebut meminta sertifikat saya, bagi saya tidak masalah karena untuk jaminan. Namun ternyata sekarang udah menjadi anggunan karena dibuatkan mereka pinjaman, padahal saya tidak ada meminjam uang, PK itu terjadinya Agustus 2015, namun kopian PK yang diserahkan kepada saya pada Agustus 2022.
Padahal saya kejambi mau duduk sama mereka untuk mengajukan data, namun mereka tidak mau, mereka tidak terima. Jadi saya merasa di rugikan karena sertifikat saya ada empat sertifikat, dan saya mau mengambil sertifikat tersebut. Kenapa sekarang tidak bisa, selama satu tahun ini kesabaran itu ada batasnya.
Jadi saya langsung melapor ke Polresta pada tahun 2022, namun sekarang udah hampir 9 bulan tidak ada temunya laporan tersebut, jadi udah bolak balik kejambi juga tidak ada hasil. Mereka juga tetap ingin mempertahankan sertifikat itu.
Sekarang yang jadi di permasalahkan itu yaitu sertifikat saya itu, yang di jadikan anggunan. Sertifikat itu bukan sertifikat saya semua, ada sertifikat anak saya juga, itu semua sertifikat kebun semua. Dan untuk guru yang di tunggakan ada sekitar 32 guru.
Dari itikad baik bank itu tida ada, dari tahun terjadi pada 2015 itu, saya udah bolak balik kejambi untuk mengajukan data, namun ketika sudah sampai ke bank nya mereka tidak ada respon sama sekali. Seperti cuek gitu dan tidak acuhkannya. Saya sudah memasuki data dari saya, namun mereka tetap berkokoh dengan data mereka.
Saya merasa tidak enak kepada para guru-guru tersebut, seharusnya mereka lancar, namun di tunggakan pihak bank jadi tidak lancar, pihak pun tanpa konfirmasi sama saya pada saat itu, karena saya ada di lapangan jadi pada guru itukan marahnya sama saya. Dan ini jadi hutang saya, karena mempertanggung jawab saya.
Dan guru-guru tersebut sebagian udah ada yang meninggal, dan di guru-guru tersebut sudah tidak menjadi masalah lagi, namun saya yang menjadi beban, orang berutang saya yang bayar. Itikad baik saya, saya sudah bayar ke bank sekitar 30 jutaan, terus saya bayar lagi 29 juta di bank Jambi, dan sekitar 50 jutaan yang sudah di bayar.
Terus bidang rekap pihak bank tersebut dengan jumlah 150 juta tersebut, saya lihat di angsuran saya itu cuman 7 juta, padahal saya udah angsur sekita 60 juta. Dan 60 juta tidak masuk ke rekap mereka, dan pada bulan juli itu masih saya bayar lagi sekitar 15 juta, dan bayar lagi sekitar 5 juta pada tahun 2014 itu. dan tidak masuk juga ke rekap mereka, dan ketika dijumlahkan itu udah ada sekita 125 juta yang sudah di bayar.
Padahal saya sudah mempunyai itikad baik, untuk duduk bersama dalam mengajukan data, namun pihak bank tidak mau.(Tim)