Kasus Penjualan Bayi terjadi lagi, Ada Apa Dengan Negeri Ini?

Oleh: Sarinah.

Deteksijambi.com ~ Seiring dengan berkembangnya zman, maka semakin kompleks pula permasalahan yang timbul dan pula kasus krminal yang semakin bervariasi.

Salah satunya kasus yang tengah viral belakangan ini yakni kasus perdagangan bayi yang terungkap.

Beberapa hari yang lalu terungkap kasus di Daerah istimewa Yogyakarta, yakni pada 12 Desember 2024 lalu. Kasus tertangkapnya kedua pelaku jual-beli bayi melalui sebuah rumah bersalin. Kedua pelaku yang berprofesi sebagai bidang tersebut berinisial JT (44 tahun) dan DM (77 tahun).

Tersangka menjual bayi dengan harga 55-65 juta untuk bayi perempuan dan 65-85 juta untuk bayi laki-laki. Berdasarkan pemeriksaan diketahui kedua pelaku ini adalah residivis dari kasus yang sama sebelumnya di tahun 2010. Dan pada 2015-2024 tersangka kembali melakukan aksinya dan sudah 66 bayi terjual.

Modus pelaku adalah menerima penyerahan atau perawatan bayi lewat rumah bersalin tempat mereka praktik. ( Republika.Co.id)

Kasus perdagangan orang bukan pertama kalinya terjadi di negeri ini. Kasus ini makin meluas dan menyebar bak penyakit menular.

Anehnya kasus ini tidak pula mendapat perhatian yang serius dari pemerintah. Negara terkesan tidak maksimal menjaga masyarakat dari segala tindak kriminal. Terlebih lagi para pelaku adalah orang-orang yang seharusnya turut menjadi garda terdepan dalam menjaga keamanan negri.

Peran negara seakan mandul dalam menuntaskan persoalan kriminalitas. Buktinya, sang residivis kembali menjadi tersangka kasus yang sama, ini membuktikan bahwa ada yang salah dari paradigma yang diterapkan di negeri ini. Negara seharusnya memiliki sistem sanksi yang tegas sehingga memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan.

Indonesia menganut sistem sekuler Kapitalis, yang artinya memisahkan agama dari kehidupan dan bernegara, dan segala perbuatan manusia hanya berdasarkan atas Manfaat saja. Tanpa menghiraukan apakah itu bertentangan dengan hukum agama maupun negara. Sehingga berperilaku penyimpangan adalah keniscayaan karena berorientasi pada materi semata. 

Terkikisnya rasa nurani dalam sistem kehidupan sekuler telah menjauhkan manusia dari aturan agama (islam). Masyarakat menjadi individualis dan minim empati. Adanya pergeseran nilai moral yang menjadi pedoman dalam meraih kebahagiaan diukur dengan kesenangan dan materi.

Dalam pandangan Islam penjualan bayi adalah bentuk keharaman dan dosa besar sehingga para pelaku harus dihukum seberat-beratnya. Hal itu berdasarkan pada hadis qudsi ” Allah berfirman, ada tiga golongan yang Aku (Allah) akan menjadi lawan mereka pada hari kiamat nanti, seseorang yang bersumpah dengan menyebut nama Ku lalu berkhianat, seseorang yang menjual seseorang yang merdeka (bukan budak) lalu memakan hasilnya, dan seseorang yang mempekerjakan seseorang pekerja (lantas) ketika pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya, orang itu tidak membayar upahnya” (HR Muslim no2114).

Dalam islam Pemberlakuan sanksi dilakukan secara tegas. Sehingga menimbulkan efek jera pada para pelaku tindak kriminal.

Adapun sangsi bagi pelaku penjual bayi adalah takzir, yang kadarnya ditentukan oleh Khalifah (pemimpin Islam) berdasarkan jenis pelanggarannya, bisa berupa penjara, pengasingan hingga hukuman mati.

Sanksi dalam Islam bersifat jawazir (pencegahan) dan jawabir ( sebagai penebus dosa). Hukum diberlakukan dengan tegas, tanpa bisa di tawar apa lagi dibayar. Hukum yang diberlakukan dengan tegas dan berefek jera tentu akan membuat para pelaku tindak kriminal merasa jera dan tidak menular kepada masyarakat lain.

Begitulah sistem Islam dalam menangani pelaku kriminal. Maka dengan itu sudah seharusnya kita kembali pada aturan Islam yang akan membuat negeri ini menjadi negeri yang diberkahi aman dan diridhai Allahswt. Allahu a’lam bishawwab.**